Minggu, 31 Agustus 2008

Menanti Merek Cina

Majalah Fortune Global top 500, yang memuat daftar perusahaan-perusahaan terbesar dunia, setiap tahunnya semakin banyak mencantumkan nama-nama Cina. Tetapi dalam daftar Interbrand top 1000 merek-merek terkenal di dunia, hingga sekarang, tidak ada satu pun merek Cina. Sebenarnya seberapa jauh perkembangan ekonomi di Cina? Bisakah Cina menjadi negara dengan merek-merek sendiri dan bukannya gudang kerja dunia saja?

Siapa yang berjalan sepanjang Wangfujing, pusat pertokoan terbesar ibukota Beijing, seolah mendapat kesan bahwa perkembangan ekonomi Cina sudah selesai. Pusat-pusat pertokoan mewah dipenuhi toko-toko terkenal. Klip iklan yang menarik memperkenalkan produk-produk terbaru di layar-layar televisi super lebar. Generasi trendy muda Cina memiliki hobi baru: shopping alias berbelanja.

Mana merek Cina
Tetapi di antara iklan-iklan yang menarik perhatian, seperti Philips, Louis Vuitton, Nikon, McDonalds dan Samsung, ada satu yang kurang: merek-merek terkenal Cina.

Di salah satu hotel termahal di Beijing, di sudut jalan Wangfujing, saya bertemu dengan Liu Baocheng. Ia guru besar pemasaran pada Universitas untuk Bisnis Internasional dan Ekonomi di Beijing. Profesor ini juga punya perusahaan marketing sendiri. Ia membandingkan perkembangan sebuah merek dengan perkembangan individu. "Di tahap pertama seseorang harus bisa hidup dan berpenghasilan. Setelah itu ia harus memperluas ilmunya disusul pandangan hidup. Dan di urutan keempat keanggunan yang dikembangkan. Baru setelah itu orang bisa menciptakan merek."

fabriekswerk.300jpg.jpgMenurut Liu, walaupun Wangfujing menunjukkan kemewahan dan kemasyhuran, Cina masih belum memasuki tahap keempat perkembangan. Kendati demikian, sangatlah penting bagi Cina untuk mengembangkan mereknya sendiri. "Sebuah negara yang menanggapi dirinya dengan serius dan ingin ikut dalam perkembangan ekonomi dunia, harus bisa ikut dalam berbagai bidang. Dan itu, selain produksi, juga penelitian, perkembangan dan merek dagang."

Cabang pertama ekonomi, produksi memang giat dilakukan Cina. Siapa yang rajin membaca label barang, pasti tahu, hampir semua yang kita kenakan made in China.

Sabtu, 30 Agustus 2008

Dua negara berkembang di Asia, China dan India, diprediksi akan memimpin laju industri IT dunia di masa yang akan datang. Prediksi ini datang dari ins

“China dan India memiliki ambisi untuk memimpin industri IT di pasar global dan satu-satunya modal yang mereka miliki untuk memenangkan kompetisi hanyalah inovasi dan kreativitas,” ujar Shandy Shen, Direktur Riset Gartnet, seperti dikutip ZDnet Asia, Rabu (11/7/2007).

Sebagai contoh, Study Gartner menunjukkan pada tahun 2005 hak paten yang dimiliki China lebih banyak jumlahnya dibandingkan Amerika. “Hak paten yang ada dalam daftar Organisasi Internasional Kekayaan Intelektual Dunia sepersepuluhnya dimiliki oleh negara-negara berkembang seperti China dan India. Jika pertumbuhannya terus meningkat maka pasar dunia akan dikuasai mereka pada tahun 2012,” tambah Partha Lyengar, analis sekaligus VP Gartner.

Sebagai dua negara Asia dengan perekonomian yang sedang tumbuh, China dan India telah membuat banyak kemajuan khususnya pada wilayah riset dan layanan inovasi IT.

China telah masuk dalam kancah serius persaingan global. Huawei, Lenovo dan Haier misalnya, mereka telah berani berinvestasi dalam riset-riset pengembangan produk-produk terbaru dan secara agresif meluncurkan produk dengan harga yang murah dan terjangkau.

Sedangkan India telah dikenal sebagai penyedia layanan IT paling berpengaruh seperti Wipro, Infosys dan Tata Consulting. Bahkan menurut studi Gartner, pendapatan layanan IT di India meningkat sebesar 30 persen dari tahun ke tahun.

Produk IT Buatan China Kuasai Pasar Medan

Medan (ANTARA News) - Produk informasi teknologi (IT) buatan China telah menguasai pasar Medan karena harganya yang murah.

Ketua Forum Komunikasi Pengusaha Komputer Medan (Fomikom) Liantono di Medan, Kamis, mengatakan, produk IT sudah menjadi kebutuhan mutlak bahkan menjadi prioritas utama masyarakat.

Peluang itu dimanfaatkan China dengan terus memperbanyak produksi dan penetrasi pasarnya yang cukup gencar.

"Tidak heran kalau kemudian pasar IT dikuasai produk China, apalagi kualitasnya masih dianggap memadai dan di Medan produk China sudah menguasai pasar hampir 80 persen," katanya.

Dia menjelaskan, China bisa melepas produknya dengan harga murah karena upah tenaga kerjanya khusus di industri produk multimedia rendah, sehingga biaya produksi menjadi lebih rendah,

"China juga mengejar pasar Medan, karena pasarnya masih cukup besar," ujar Liantono.

Pangsa pasar yang besar untuk produk China itu adalah kalangan pelajar, mahasiswa dan usaha kecil menengah dimana keuangan mereka masih terbatas ditengah kebutuhan IT yang besar.
(*)